Sepenggal Kisah Bandung Lautan Api


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikiLy3X2wmL8TLQF8cWYGnBRAcF-EhZowJMs3tqK7GlJCUOcXa7c1RQ3vOnTgU-fDt7FIBGiXue44xwTqBLy0cUWrJXCZYl0ar3admJ14QFcPYExxoDD10CyMJkQlDwT56EUevlP5BeWEE/s1600/Bandung+Lautan+Api.jpg


Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 17 Agustus 1945. Ya, Indonesia memang sudah merdeka. Namun kemerdekaannya masih mengundang banyak tanya, banyak negara belum mengakui kemerdekaan negara Indonesia. Hal ini lah yang membawa kembali Belanda, yang kali ini dibantu Inggris berusaha “menggoyang” kemerdekaan Indonesia. Pertempuran pasca kemerdekaan tak kalah sengit dengan masa penjajahan dulu. Ribuan, bahkan jutaan rakyat ikut ambil bagian penting dalam mempertahankan kemerdekaan. Kalangan militer, petani, sipil, hingga rakyat biasa ikut berperan penting dalam perang pasca kemerdekaan. Peperangan berlangsung di berbagai daerah. Di Medan kita dengar pertempuran Medan Area, Semarang dengan pertempuran lima hari, dan Bandung dengan Bandung Lautan Api nya.

Pendudukan Sekutu dimulai di tanggal 12 Oktober 1945. Kedatangan mereka tentu mendapatkan perlawanan dari laskar pribumi yang ada di Bandung. Para laskar pejuang bersama dengan TRI berusaha keras untuk mempertahankan Bandung dari Sekutu. Namun usaha mereka sia-sia. Dalam hitungan minggu, Tentara Sekutu memaksa TRI untuk minggir ke arah selatan. Ultimatum diberikan oleh Sekutu agar Bandung wilayah utara harus sudah dikosongkan selambat-lambatnya pada tanggal 29 November 1945. Bandung terpecah, rel kereta api yang membentang dari barat ke timur disepakati sebagai pemisah kota. Sekutu menduduki bagian utara, dan Indonesia di bagian selatan.

Semenjak ultimatum itu, pasukan sekutu semakin gencar melakukan penyerangan. Para pejuang tetap berusaha mempertahankan Bandung. Pertempuran-pertempuran kecil berlangsung di berbagai wilayah Bandung. Sekutu seakan menunggu pejuang kelelahan dengan memamerkan persenjataan serba modern. Para pejuang mulai kewalahan. Hingga akhirnya Sekutu mengeluarkan ultimatum kedua, kali ini mereka ingin wilayah Bandung Selatan harus sudah dikosongkan paling lambat pukul 00.00, 24 Maret 1946.  
           
Menghadapi situasi ini, Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III TRI wilayah Priangan berada dalam posisi dilematis karena mendapat 2 perintah dalam menghadapi ultimatum ini.

Perintah pertama datang dari Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang memerintahkan TRI untuk melaksanakan ultimatum sekutu dan meninggalkan Bandung tanpa perlawanan. Sementara perintah kedua datang dari Panglima Tertinggi TRI, Jendral Soedirman berbunyi "Pertahankanlah setiap jengkal daerah RI sampai titik darah penghabisan."

Terapit dalam 2 perintah ini membuat Kol. Nasution memanggil para petinggi TRI lainnya untuk merundingkan ultimatum ini. Dan hasilnya meski terdapat pertentangan di kalangan petinggi TRI, keputusan berhasil dibuat. TRI akan mundur, tapi tidak akan menyerahkan Bandung secara utuh. TRI bersama rakyat akan mengungsi sambil melakukan bumi hangus sambil melakukan serangan gerilya ke arah musuh.

Keputusan telah dibuat, dan maka dari itu tepat tanggal 23 Maret 1946, para warga berbodong-bondong meninggalkan Bandung. Para pemuda membakar bangunan-bangunan di seluruh kota. Dan di sisi lain kota, TRI bersama para laskar terus memberikan perlawanan dengan menyusup ke gedung-gedung vital tentara sekutu yang ada di sisi utara. Bandung memerah. Dari Ujungberung hingga Cimahi terlihat kobaran api serta kepulan asap, terdengar juga sayup-sayup suara ledakan di seluruh kota.

Pertempuran malam itu juga menjadi kisah tersendiri bagi 2 milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) Muhammad Toha dan Muhammad Ridwan yang gugur saat meledakan gudang senjata peninggalan Jepang di wilayah Dayeuhkolot, sisi selatan Bandung.

Jauh berpuluh-puluh kilometer dari kota Bandung, seorang wartawan Koran Suara Merdeka, Atje Bastaman melihat kota Bandung yang memerah dari Garut. Keesokan paginya Ia menulis artikel berjudul “Bandoeng Djadi Laoetan Api”. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api". Istilah Bandung Lautan Api pun populer hingga sekarang, lengkap dengan kisah heroik perjuangan warga kota di dalamnya.


TRIVIA          :
1. Untuk mengenang peristiwa ini, pemerintah membangun monumen “Bandung Lautan Api” di wilayah Dayeuhkolot yang menjadi sentral pertempuran BLA.
2. Istilah Bandung Lautan Api digunakan dalam pembuatan lagu Halo-Halo Bandung, yang hingga sekarang tidak diketahui penciptanya.
3. Moh. Toha dan Moh. Ridwan akhirnya diangkat menjadi pahlawan nasional meski pada mulanya dianggap sebagai tokoh fiksi yang keberadaannya diragukan dalam peristiwa Bandung Lautan Api.  

KOMINFO HIMA MBTI 



.

           
             
           

Komentar

Postingan Populer