Sepenggal Kisah Bandung Lautan Api
Indonesia sudah
memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 17 Agustus 1945. Ya, Indonesia
memang sudah merdeka. Namun kemerdekaannya masih mengundang banyak tanya,
banyak negara belum mengakui kemerdekaan negara Indonesia. Hal ini lah yang
membawa kembali Belanda, yang kali ini dibantu Inggris berusaha “menggoyang”
kemerdekaan Indonesia. Pertempuran pasca kemerdekaan tak kalah sengit dengan
masa penjajahan dulu. Ribuan, bahkan jutaan rakyat ikut ambil bagian penting
dalam mempertahankan kemerdekaan. Kalangan militer, petani, sipil, hingga
rakyat biasa ikut berperan penting dalam perang pasca kemerdekaan. Peperangan
berlangsung di berbagai daerah. Di Medan kita dengar pertempuran Medan Area,
Semarang dengan pertempuran lima hari, dan Bandung dengan Bandung Lautan Api
nya.
Pendudukan Sekutu dimulai di
tanggal 12 Oktober 1945. Kedatangan mereka tentu mendapatkan perlawanan dari
laskar pribumi yang ada di Bandung. Para laskar pejuang bersama dengan TRI
berusaha keras untuk mempertahankan Bandung dari Sekutu. Namun usaha mereka
sia-sia. Dalam hitungan minggu, Tentara Sekutu memaksa TRI untuk minggir ke
arah selatan. Ultimatum diberikan oleh Sekutu agar Bandung wilayah utara harus
sudah dikosongkan selambat-lambatnya pada tanggal 29 November 1945. Bandung terpecah,
rel kereta api yang membentang dari barat ke timur disepakati sebagai pemisah
kota. Sekutu menduduki bagian utara, dan Indonesia di bagian selatan.
Semenjak ultimatum itu,
pasukan sekutu semakin gencar melakukan penyerangan. Para pejuang tetap
berusaha mempertahankan Bandung. Pertempuran-pertempuran kecil berlangsung di
berbagai wilayah Bandung. Sekutu seakan menunggu pejuang kelelahan dengan
memamerkan persenjataan serba modern. Para pejuang mulai kewalahan. Hingga
akhirnya Sekutu mengeluarkan ultimatum kedua, kali ini mereka ingin wilayah
Bandung Selatan harus sudah dikosongkan paling lambat pukul 00.00, 24 Maret
1946.
Menghadapi situasi ini,
Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III TRI wilayah Priangan
berada dalam posisi dilematis karena mendapat 2 perintah dalam menghadapi
ultimatum ini.
Perintah pertama datang dari
Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang memerintahkan TRI untuk melaksanakan
ultimatum sekutu dan meninggalkan Bandung tanpa perlawanan. Sementara perintah
kedua datang dari Panglima Tertinggi TRI, Jendral Soedirman berbunyi "Pertahankanlah
setiap jengkal daerah RI sampai titik darah penghabisan."
Terapit dalam 2 perintah ini
membuat Kol. Nasution memanggil para petinggi TRI lainnya untuk merundingkan
ultimatum ini. Dan hasilnya meski terdapat pertentangan di kalangan petinggi TRI,
keputusan berhasil dibuat. TRI akan mundur, tapi tidak akan menyerahkan Bandung
secara utuh. TRI bersama rakyat akan mengungsi sambil melakukan bumi hangus
sambil melakukan serangan gerilya ke arah musuh.
Keputusan telah dibuat, dan
maka dari itu tepat tanggal 23 Maret 1946, para warga berbodong-bondong
meninggalkan Bandung. Para pemuda membakar bangunan-bangunan di seluruh kota.
Dan di sisi lain kota, TRI bersama para laskar terus memberikan perlawanan
dengan menyusup ke gedung-gedung vital tentara sekutu yang ada di sisi utara.
Bandung memerah. Dari Ujungberung hingga Cimahi terlihat kobaran api serta
kepulan asap, terdengar juga sayup-sayup suara ledakan di seluruh kota.
Pertempuran malam itu juga
menjadi kisah tersendiri bagi 2 milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) Muhammad
Toha dan Muhammad Ridwan yang gugur saat meledakan gudang senjata peninggalan
Jepang di wilayah Dayeuhkolot, sisi selatan Bandung.
Jauh berpuluh-puluh
kilometer dari kota Bandung, seorang wartawan Koran Suara Merdeka, Atje
Bastaman melihat kota Bandung yang memerah dari Garut. Keesokan paginya Ia
menulis artikel berjudul “Bandoeng Djadi
Laoetan Api”. Namun karena kurangnya ruang untuk
tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng
Laoetan Api". Istilah Bandung
Lautan Api pun populer hingga sekarang, lengkap dengan kisah heroik perjuangan
warga kota di dalamnya.
TRIVIA :
1. Untuk mengenang peristiwa
ini, pemerintah membangun monumen “Bandung Lautan Api” di wilayah Dayeuhkolot
yang menjadi sentral pertempuran BLA.
2. Istilah Bandung Lautan Api
digunakan dalam pembuatan lagu Halo-Halo Bandung, yang hingga sekarang tidak
diketahui penciptanya.
3. Moh. Toha dan Moh. Ridwan akhirnya
diangkat menjadi pahlawan nasional meski pada mulanya dianggap sebagai tokoh
fiksi yang keberadaannya diragukan dalam peristiwa Bandung Lautan Api.
KOMINFO HIMA MBTI
.
Komentar
Posting Komentar