Perang berkepanjangan berlabel Pilpres?



Koin Emas itu telah dihempaskan ke udara oleh ratusan juta tangan-tangan rakyat, berputar-putar di udara untuk sesaat, dipengaruhi gaya gravitasi dan kekuatan angin Tuhan, hingga akhirnya terjatuh ke tanah. Sisi koin kuat nan tegas Prabowo Subianto harus rela menghadap tanah “dikalahkan” sisi merakyat nan sederhana Joko Widodo. Ya, akhirnya adu toss koin itu dimenangkan oleh poros no. Urut 2 milik Jokowi-JK.
Jokowi-JK seperti yang diketahui telah dinyatakan menang lewat rekapitulasi suara KPU dengan 70.633.576 suara (53,15%) unggul tipis atas pasangan nomor urut 1, Prabowo-Hatta dengan 62.262.844 suara (46,85%).
Mengapa kami menganalogikan pertarungan pilpres dengan toss koin? Ya karena memang mungkin hanya itu lah yang tepat menggambarkan Pilpres kali ini. Karena sejujurnya mereka berdua adalah sosok yang sangat setara, sama-sama putra terbaik bangsa, dengan program kerja yang sama baiknya, dengan niat yang juga sama baiknya, meskipun memiliki karakteristik pembawaan yang berbeda, dan cara pandang membangun negeri yang berbeda.
Namun seperti yang diketahui, pilpres tahun ini memiliki cerita yang benar-benar tidak bisa ditebak. Layaknya jalur roller-coaster, alur pilpres 2014 memacu jantung penonton dan para pemainnya ke tensi yang tinggi. Dimulai dari berbedanya hasil quick count masing-masing kubu, klaim kemenangan yang sama-sama diserukan masing-masing kubu, hingga mosi tidak percaya terhadap hasil real count KPU. Kejadian-kejadian ini dikhawatirkan banyak pihak bermuara ke satu tempat: perpecahan.
Aroma perselisihan antar pendukung sama sekali tidak mereda. Mosi tidak percaya terhadap kemenangan Jokowi diserukan simpatisan Prabowo lewat black campaign yang masih berseliweran. Sementara simpatisan Jokowi balik menyerang Prabowo dengan mengejek sikap Prabowo yang tidak menerima hasil rekapitulasi KPU. Perang seakan tidak berkesudahan. Masyarakat kini tidak berpikiran jernih.
22 Juli yang digadang-gadang akan mengakhiri segala hiruk pikuk pemilihan presiden seakan menjadi tidak berarti. Masyarakat kembali gaduh, riuh menebar benci kepada sesama masyarakat lainnya.
Keadaan masyarakat seperti ini sangatlah mengkhawatirkan persatuan-kesatuan NKRI yang sebenarnya. Bangsa kita seakan diadu domba oleh entah siapa. Dan mungkin kini negara kita sedang ditertawai berama-ramai oleh negara-negara asing. Mengerikan.
Lalu, kita mahasiswa harus bagaimana? Kita yang dielu-elukan sebagai civitas academica hendaknya berpikiran jernih dan dingin menyikapi isu-isu yang beredar seperti ini. Mengawal hasil pilpres mungkin memang merupakan kewajiban kita, tapi apa perlu kita ikut tenggelam dan menyebarkan provokasi terkait hasil pilpres? Sepertinya tidak. Kita sebagai warga negara yang baik sebaiknya memercayakan penyelesaian kasus ini kepada pihak-pihak yang memang berwenang menyelesaikan sengketa ini. Karena selain MK, kita juga punya lembaga negara hebat seperti BIN yang ahli membongkar kasus seperti ini.
Jadi, apakah kita, mahasiswa, kaum terpelajar Indonesia akan mengikuti arus berbahaya yang mengantarkan Indonesia ke arah perpecahan? atau sesegera mungkin melupakan persoalan pilpres ini dan kembali ke meja belajar demi memperbaiki diri?  
Divisi Kominfo

Komentar

Postingan Populer